Pluralitas termasuk pluralitas agama pada dasarnya merupakan sebuah realitas dalam kehidupan dunia. Al-Qur'an mengakui secara tegas adanya pluralitas (keberagamaan) dalam berbagai aspek kehidupan dengan berbagai argumentasi ayat al-Qur'an. Terminologi pluralisme atau dalam bahasa Arabnya, "al-ta'addudiyyah", tidak dikenal secara popular dan tidak banyak dipakai dikalangan Islam kecuali sejak kurang lebih dua dekade terakhir abad ke- 20 yang lalu, yaitu ketika terjadi perkembangan penting dalam kebijakan internasional Barat yang baru yang memasuki sebuah pase yang dijuluki Muhammad Imarah sebagai "marhalat alijtiyaah" (fase pembinasaan). Yaitu sebuah perkembangan dalam upaya Barat yang habis-habisan guna menjajakan ideology modernnya yang dianggap universal, seperti demokrasi, pluralisme, HAM dan pasar bebas dan mengekspornya untuk konsumsi luar guna berbagai kepentingan yang beragam. Tidak adanya terminology pluralitas dalam agama secara verbal dalam teks-teks suci, al-Qur'an maupun al-Sunnah serta kitab-kitab klasik, sama sekali tidak menunjukan tidak-adanya konsep atau teori tentang pluralitas agama dalam Islam. Hanya saja harus diakui, sebagian besar konsep atau teori ini tidak dituangkan atau dikupas dalam bentuk karya independent. Gagasan Pluralisme Agama lahir dan muncul dari paham "liberalisme politik" dan merupakan upaya peletakan landasan teoritis dalam teologi Kristen sekaligus merupakan gerakan reformasi pemikrian liberalisasi agama yang dilancarkan oleh Gereja Kristen pada abd ke- 19 dalam gerakan "Liberal Protestantism". Teori-teori yang mendasari lahirnya paham Pluralisme agama dapat diklasifikasi dalam empat kategori yakni Humanisme Sekuler, Teologi Global, Sinkretisme dan Sophia Perennis.
Dalam hal pluralitas agama, Islam memberikan kebebasan untuk memilih dan meyakini serta beribadah menurut keyakinan masing-masing. Pemilihan sebuah keyakinan merupakan pilihan bebas yang bersifat personal. Meskipun demikian , manusia diminta untuk memilih dan menegakkan agama fitrah. Meskipun Islam mengakui adanya pluralitas akan tetapi menolak ide pluralisme agama (kesatuan agama-agama). Toleransi dalam Islam tidak berarti pluralisme agama, saling menghargai dan menghormati antar penganut agama atau paham tidak berarti menganggap semua agama adalah sama lebih-lebih dengan mengatasnamakan Islam. Pada surat Ali-Imran [3]: 19 ini secara tidak langsung dapat dipahami bahwa klaim kebenaran pada dasarnya boleh-boleh saja. Truth Claim masing-masing agama adalah sifat jiwa ke dalam, tidak menuntut pernyataan atau kenyataan di luar bagi yang tidak meyakininya dalam arti silahkan masing-masing untuk mengatakan bahwa agamanya yang paling benar tetapi menurut keyakinannya masing-masing.
إرسال تعليق